Sunday 22 April 2018

Cobaan Hidup Itu Namanya Ablatio Retina - Bali, 19 Januari 2018


19 Januari 2018 adalah hari yang kulalui tanpa sadar hampir setengah hari. Hari dimana aku terbius secara total untuk menjalani operasi Vitrectomi di RS Surya Husadha Nusa Dua, Badung, Bali. Hari pertamaku dalam hidup merasakan yang namanya di operasi dan menerima bius. Tidak ada yang aku ingat dari setengah hari itu, dan setengah hari sisanya aku lewati dengan rasa khawatir dan penasaran apakah operasi sudah berjalan sukses?

Jam 8 pagi suster sudah datang ke kamar, membawakan baju operasi untuk aku pakai. Suster juga sudah menyiapakan kursi roda untuk mengantarku ke ruang operasi. Terasa dingin hari itu, suasana yang belum pernah aku alami sebelumnya. Hanya doa dalam hati yang bisa kuucapkan untuk bersiap menghadapi hal yang benar-benar diluar kuasaku.
Bokap, Nyokap dan my Bro selalu berada disamping untuk memberikan support yang sangat aku butuhkan saat itu. Namun mereka tidak bisa terus menemani setelah aku masuk ruang operasi. Sebelum bius disuntikan kedalam infus, pertanyaan ku yang terakhir pada perawat untuk meyakinkan diriku sendiri adalah apakah ada kemungkinan aku akan terbangun saat di operasi? Pertanyaan yang mungkin lucu, namun tetap saja ingin aku tanyakan karena terlalu sering menonton film-film yang aneh-aneh sehingga aku jadi khawatir akan hal itu. Dan 10 menit kemudian aku sudah tidak ingat apa-apa lagi.

Operasi yang awalnya direncanakan hanya 4 jam berlangsung lebih lama. Sekitar jam 3 aku sudah mulai sadar, efek obat bius sudah mulai berkurang. Jantungku berdetak kencang, nafas tersengal-sengal namun tidak bisa menarik nafas dalam-dalam. Pelan-pelan aku mulai bisa mendengar suara namun tidak berdaya untuk melakukan apa-apa. Beberapa kali aku mau muntah tapi tidak bisa keluar apa-apa,  memang perutku kosong sama sekali karena diminta puasa 12 jam sebelum operasi. Mulut dan tenggorokan terasa penuh dengan minyak pelumas, rasanya yang aneh membuat aku mual. Sepertinya itu adalah cairan pelumas yang ada pada selang yg dimasukan ke dalam paru-paruku.

 Rasa khawatir yang berujung tangis sesekali tidak bisa aku tahan. Aku memang laki-laki yang sangat mudah meneteskan air mata, hatiku begitu mellow dan halus. Tapi aku adalah seorang suami dan ayah untuk keluarga kecil ku yang aku tinggalkan di Sulawesi. Mereka tidak aku izinkan untuk ikut bersamaku ke Denpasar karena aku rasa aku mampu melewati ini. Dan aku tahu pasti istriku sangat berat karena tidak bisa menemaniku. Tapi biarlah karena perusahaan telah menyetujui pengobatan ku di Bali, lebih jauh dari yang seharusnya yaitu di Makassar. Malu aku jika harus meminta tiket untuk istriku walaupun itu masih diperbolehkan. Namun kondisi keuangan pada saat itu tidak memungkinkan jika istri harus ikut karena berarti anak-anak juga harus ikut dan otomatis memerlukan biaya untuk tiket mereka karena perusahaan hanya menyediakan tiket untuk satu pendamping.
Aku rasa ini adalah cobaan yang beruntun, setelah sebelumnya istriku pulang ke Denpasar untuk mengobati kakinya karena penyakit kulit yang tidak kunjung sembuh kini giliranku pulang ke Bali sendiri. Aku mohon semoga ini adalah yang terakhir, sudah cukup berat aku rasa semua ini disaat aku baru mulai belajar menjadi manusia dewasa.

Disaat karir baru 2 tahun, disaat baru mulai membangun rumah, disaat kredit mobil baru berjalan 5 bulan, disaat hutang masih menumpuk untuk rumah dan mobil, disaat anak-anak masih kecil entah apa arti semua ini. Apakah ini teguran dari Tuhan karena selama ini mungkin masih ada keluhan-keluhan yang terlontar dari mulutku. Atau ini memang jalan yang harus aku tempuh karena selama ini memang aku telah mengabaikan mataku yang sudah bermaslaah sejak SD. Oh ya Tuhan, entah apa arti semua ini, hamba akan berpasrah padamu karena ini semua diluar kuasa hamba. Apakah ini hukuman atau jalan untuk keadaan yang lebih baik nantinya, berikan hamba kekuatan untuk melaluinya dan berikan hamba kekuatan untuk dapat mengambil pelajaran dari semua ini.

Selalu terbayang hari pertama aku tiba di Denpasar tgl 17 Januari 2018, air mataku berurai begitu deras ketika aku bertemu Nyokap dan aku menagis sesenggukan sambil duduk dan memeluk pinggangnya. Sudah lama sekali aku tidak meraskaan dekap kasih saying Ibu ku. Hari ini aku sangat membutuhkannya dalam keadaanku yang tidak berdaya ini.

Hari 22 April 2018, 4 Bulan 3 hari sejak kejadian itu dan aku sedang menyiapkan diriku untuk operasi kedua di awal bulan Mei, bulan kelahiran ku.

No comments:

Post a Comment